Melawan Penyakit Berak Kapur
Oleh : Gandi Margono
Penyakit berak kapur atau pullorum merupakan penyakit yang tidak dapat disepelekan oleh peternak itik baik pedaging maupun petelur karena kematian akibat penyakit ini mencapai 80% dari populasi dan puncak kematian biasanya terjadi pada umur 2-3 minggu setelah itik menetas. Itik dewasapun sering menderita penyakit ini walaupun jarang menyebabkan kematian dan secara penampakkan mata sering tidak memperlihatkan gejala penyakit tersebut.
Pada anak itik/meri gejala yang timbul adalah berkurangnya nafsu makan, kotoran berwarna putih lendir dan menempel di anus, itik terlihat pucat/lemah, dan sering bergerombol untuk mencari tempat yang hangat. Sedangkan pada itik dewasa gejala hanya terlihat dari itik yang kurang bergairah/stres, kotoran warna kuning encer/lancung dan menurunnya daya tetas telur.
Setelah kita bedah bangkai itik yang menderita penyakit berak kapur/pullorum akan terlihat sbb :
1. hati membesar, ada gumpalan darah dirongga perut
2. jantung mengalami pelebaran/dilatasi, ada benjolan/noduli putih keabuan
3. kantung jantung/perikardium membengkak dan terdapat cairan
4. limfa dan ginjal membesar
5. folikel keriput, kuning telur memadat dan berkeju pada betina
6. testis mengalami bernanah/abses, dan penebalan.
Untuk anda yang bergerak dalam dunia pembibitan ternak itik/breeder penyakit ini merupakan penyakit berbahaya yang harus dihindari karena penyakit berak kapur dapat diturunkan dari induk kepada anaknya melalui telur yang telah terinfeksi penyakit ini, atau secara lebih tegasnya indukan yang telah terserang penyakit ini dilarang digunakan sebagai indukan karena pasti menurunkan anakan yang terserang penyakit berak kapur juga. Pemerintah telah mensyaratkan pembibit/breeder ayam/itik terbebas dari bahaya penyakit berak kapur ini. Zero Salmonella Tolerance...
Berak kapur disebabkan oleh bakteri bernama Salmonella Pulloroum yang menyerang usus halus dan hati itik dan hidup disaluran pencernaan itik sehingga bersaing merebut nutrisi pakan sehingga itik terlihat lesu akibat kurangnya nutrisi. Bakteri ini dapat menyebar melalui air, pakan, udara dan tempat-tempat seperti mesin tetas, tempat minum/pakan, bulu unggas dan pecahan cangkang telur.
Karena penyebabnya adalah bakteri maka penanggulangan penyakit ini adalah dengan pemberian antibiotik semisal Therapy, Koleridin, Tetrachlor, Neo Meditril ataupun Trymizin dan penyemprotan desinfektan pada
tempat tempat yang dicurigai dimana bakteri dapat tinggal/berkembang biak. Antibiotik yang dipergunakan baik sebagai imbuhan pakan maupun pemberian dalam air minum bekerja dengan cara mengurangi/membunuh bakteri dalam saluran pencernaan itik.
Namun penggunaan antibiotik sering menimbulkan residu/sisa antibiotik pada karkas/bebek potong yang dikonsumsi oleh manusia sehingga membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Untuk itulah pemberian antibiotik harus dihentikan beberapa hari sebelum itik dipotong. Selain residu/sisa pemberian antibiotik juga dapat menyebabkan resistensi/kekebalan pada bakteri negatif tersebut sehingga pemberian antibiotik harus diberikan secara bergantian atau bahkan kita tinggalkan.
Sebagai pengganti antibiotik kimia kita dapat menggunakan herbal yang memiliki sifat anti bakteri semisal campuran minyak atsiri asal temulawak, kurkumin asal kunyit, citrol/geraniol dan minyak atsiri asal jahe dan sereh, metal sinamat/galangin/cineol/euganol asal ekstrak lengkuas, dan juga alicin/selenium asal bawang putih. Bahan-bahan tersebut kita parut/cincang dan kemudian diberikan langsung sebagai imbuhan/tambahan pakan ataupun kita peras sarinya saja untuk dicampurkan pada minuman atau pakan itik. Berapa takaran masing-masing bahan diatas? umumnya untuk herbal kita dapat menggunakan perbandingan infusa 10%, yakni 10 gram bahan herbal dalam 100 ml air atau 100 gram bahan herbal dalam 1 L air. Jadi misalkan anda menggunakan 5 macam herbal maka masing-masing bahan diambil sebanyak 20 gram dan direbus dalam 1 liter air.
Ramuan herbal terutama yang berbentuk serbuk/bentuk padat kecil herbal akan berada lebih lama diusus itik sehingga memiliki waktu kontak yang cukup untuk melisiskan/menormalkan racun-racun akibat bakteri yang menempel pada usus halus sehingga usus halus dapat bekerja menyerap nutrisi. Kondisi bekerjanya kembali usus halus menyerap nutrisi akan menyebabkan itik memiliki tenaga yang cukup untuk melawan bakteri salmonella dalam saluran pencernaannya.
Penelitian Ema Damayanti dkk dari Universitas Gajah Mada juga membuktikan bahwa penggunaan tepung cacing tanah ( Lumbricus rubellus ) sebagai imbuhan/tambahan pakan dapat mencegah terjadinya infeksi akibat bakteri Salmonella pullorum. Tepung cacing tanah dibuat dengan cara membersihkan cacing tanah dari medianya dengan air mengalir dan disimpan dalam lemari pendingin/freezer dalam suhu 4 derajat celcius selama 12 jam. Selanjutnya cacing tanah dicampur dengan asam format 80% ( CH2O2) dengan takaran 3 ml asam format tiap 100 gram berat cacing tanah agar menggumpal dan dihaluskan hingga berbentuk pasta/odol. Pasta cacing tanah kemudian dikeringkan pada oven dalam suhu 50-70 derajat atau dijemur pada panas matahari siang. Hasil pengovenan dihaluskan agar lebih mudah dicampurkan pada pakan. Tepung cacing tanah akan bekerja lebih efektif bekerja bila ditambahkan kitosan sebesar 0,5% karena kitosan yang berasal dari cangkang crustacea( udang/kepiting) bersifat anti mikroba sehingga mendukung aktivitas lumbricin yang terdapat dalam tepung cacing tanah.
Mari bebaskan peternakan kita dari bahaya salmonella dengan bahan herbal
Salam wek wek
<()
( )
( 2)
^^
ADS HERE !!!