Siklus Produksi Itik Petelur
Oleh : Gandi Margono
Banyak sudah tulisan tentang itik tetapi jarang sekali yang membahas tentang siklus produksi itik petelur sehingga menyebabkan banyaknya pertanyaan peternak pemula tentang hal tersebut seperti berapa lama masa produksi itik petelur yang ideal? Faktor-faktor apa saja yang dapat mengganggu siklus tersebut? Bagaimana upaya kita agar itik bertelur dengan siklus produksi yang maksimal menyebabkan saya menulis artikel ini.
Produktivitas itik yang dipelihara merupakan indikator keberhasilan suatu peternakan itik. Atau dengan kata lain produtivitas itik petelur merupakan cerminan dari kualitas peternakan kita, dengan mengenyampingkan faktor kualitas telur maka semakin tinggi dan lamanya produktivitas itik yang dipelihara maka semakin baik lah peternakan kita.
Sebelumnya kita samakan dahulu cara menghitung produksi telur itik yakni dengan mulai menghitungnya saat kelompok itik yang kita pelihara mulai berproduksi 5% dari total populasi. Artinya jika kita memiliki 100 ekor itik dan ada 5 ekor lebih yang sudah bertelur maka saat itulah mulai kita hitung sebagai awal masa produksi/siklus.
Lalu umur berapakah kelompok itik mulai berproduksi 5% tersebut? tergantung genetik/jenis itik dan sistem pemeliharaannya mas...Itik MA ( mojosari x alabio ) bertelur lebih awal yakni sekitar umur 21,87 minggu yang berarti lebih cepat daripada indukannya yakni mojosari dan alabio yang rata-rata bertelur saat telah berusia sekitar 24,27 dan 24,53 minggu ( LH.Prasetyo & T.Susanti , 2000). Bebek yang dikandangkan sejak masih meri/dod (intensif) juga akan bertelur lebih cepat bila dibandingkan bebek yang dipelihara dengan cara angon (ektensif). Hal ini dikarenakan pemeliharaan bebek secara intensif akan menyebabkan bebek memiliki pencahayaan ( baik dari matahari ataupun lampu) dan suhu yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan pemeliharaan secara angon. Penelitian telah membuktikan bahwa suhu dan pencahayaan yang ideal secara konstan akan merangsang itik untuk dewasa kelamin.
Produktivitas itik petelur diukur dengan menghitung jumlah telur yang dihasilkan kelompok itik setiap harinya ( duckday) dan dijumlahkan setiap bulannya. Produktivitas 70% berarti setiap bulan tersebut kelompok itik yang dipelihara mampu berproduksi rata-rata sebesar 70% setiap harinya.Artinya bila kita pelihara 100 ekor bebek maka ada 70 butir telur yang dihasilkan setiap harinya. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi produktivitas itik petelur, namun secara sederhana dapat kita kelompokkan menjadi 2 hal yakni faktor genetik/bibit dan lingkungan/pemeliharaan.
Faktor bibit merupakan hasil seleksi baik sengaja atau tidak yang dilakukan oleh alam manusia sehingga kita mengenal sebutan itik petelur dan itik pedaging. Itik petelur merupakan jenis itik yang memiliki kemampuan menghasilkan telur yang banyak setiap tahunnya dan di Indonesia terdapat berbagai macam jenis itik ini semisal yang populer adalah itik mojosari, itik tegal dan itik alabio. Itik pedaging merupakan jenis itik yang memiliki kemampuan meningkatkan bobot secara cepat sehingga lebih cepat dimanfaatkan dagingnya oleh manusia. Jenis itik pedaging yang ada di Indonesia misalnya jenis itik peking dan turunannya semisal biasa disebut dengan itik hibrida ataupun persilangan entog dengan itik (tiktok).
Genetik itik petelur di Indonesia yang umumnya tercampur mengakibatkan sulitnya kita mendapatkan itik petelur dengan kualitas yang seragam, terkecuali kita membeli dari instansi resmi dan kemudian memeliharanya sendiri hingga bertelur. Hal ini lah yang kurang disadari oleh banyak peternak yang mengharapkan itik petelurnya berproduksi secara merata tetapi mengabaikan faktor genetik bibitnya. Secara kasat mata/fenotif bisa saja itik memiliki penampilan yang sama tetapi sesungguhnya secara genotif itik tersebut berbeda. Kemampuan memilih calon itik petelur yang baik akan sangat mempengaruhi produksi telur dipeternakan kita.
Faktor lingkungan atau pemeliharaan yang ikut mempengaruhi produktivitas itik diantaranya adalah kesehatan itik, mutu dan kestabilan pakan, kondisi kandang, suhu & iklim dan stres. Dengan sifat itik sebagai binatang yang anti perubahan, maka bila salah satu faktor tersebut terganggu maka produktivitas telur akan terganggu atau bahkan berhenti sama sekali. Dengan kata lain faktor lingkungan sangat berperan dalam panjang/lamanya produktivitas itik petelur. Bila itik sakit, pakan berubah, kandang becek dan bau, hujan lebat/banjir ataupun stres tentu akan mengurangi jumlah telur yang dihasilkan dari yang semestinya.
Kembali kemasalah siklus produksi maka umumnya peternak akan merasa merugi bila produksi itik petelurnya berada dibawah 50%, sebab harga jual telur biasanya hanya 2x lipat dari biaya pakan itik. Untuk lebih jelasnya misalkan biaya pakan jadi kita adalah sebesar Rp. 5.000/kg sedangkan itik membutuhkan pakan standar 150 gram maka biaya pakan adalah sebesar Rp 750/ekor. Dan bila harga jual telur itik hanya sebesar Rp 1.500 per butir jelas produksi dibawah 50% adalah suatu kerugian. Saat produksi ada dibawah 50% dan ditandai dengan rontoknya bulu sayap sekunder dan primer pada sebagian besar itik yang kita pelihara maka saat itulah yang dinamakan kondisi rontok bulu/moulting. Rontok bulu sayap inilah yang dijadikan sebagai patokan berhentinya siklus produksi itik petelur.
Berdasarkan rontok bulu pada itik maka kita dapat membagi itik pada 4 golongan yakni :
1. Itik rontok bulu yang cepat/kurang dari 1 bulan.
2. Itik rontok bulu yang lama/lebih dari 1 bulan.
3. Itik rontok bulu dan tetap bertelur.
4. Itik yang tidak rontok bulu dan tidak bertelur.
Itik lokal yang kita pelihara umumnya mengalami puncak produksi setelah 3-4 bulan sejak bertelur, artinya bila itik mulai bertelur 5% pada bulan januari maka seharusnya produksi diatas 80% dicapai pada bulan april atau mei ditahun yang sama. Puncak produksi ini bisa saja tidak tercapai apabila terjadi kondisi yang tidak ideal dipeternakan kita seperti kurangnya nutrisi dan lingkungan yang buruk sehingga performa itik tidak mencapai puncaknya.
Lalu berapa lama produksi ideal itik lokal indonesia dalam 1 siklusnya? Hmm...sulit untuk dijawab karena tergantung dari jenis itik dan perawatannya. Namun secara umum kita dapat menggolongkan lama siklus produksi itik lokal pada 3 golongan yakni :
1. Bagus , bila tahan berproduksi selama 10-12 bulan
2. Normal, bila cuma bertahan 6-9 bulan
3. Buruk, bila kurang dari 6 bulan produksi.
Berapa persen idealnya telur yang dihasilkan dalam siklus produksi tersebut?
1. Itik lokal semisal Mojosari/turi/ Tegal ada dikisaran 70-85%
2. Itik Campbell 75-90%
3. Itik hibrida/Peking 60-75%
Jadi idealnya itik yang kita pelihara mampu berproduksi diatas 70% selama 10 bulan lebih dalam 1 siklus sebelum rontok bulu. Bagaimana dengan siklus produksi tahun berikutnya? Itik lokal umumnya mengalami penurunan produksi walaupun idealnya tetap berada pada kisaran angka 70%. Apalagi bila yang kita pelihara adalah jenis itik petelur unggul semacam Campbel maka kisaran produksi tahun berikutnya haruslah berada pada kisaran 75%.
Bagaimana dengan produksi tahun ketiga? banyak rekan peternak yang tetap mampu mempertahankan angka produksinya tetap ideal tetapi kualitas telur yang dihasilkan semakin berkurang mutunya. Sering ditemui telur dengan kerabang yang tipis, benjol dan telur dengan bentuk yang tidak sempurna sehingga umumnya peternak mengafkir bebeknya setelah 2x siklus produksi.
Lalu bagaimana caranya kita meraih siklus produksi yang optimal tersebut? Tentu saja dengan pemilihan bibit yang baik, seleksi dan pemenuhan segala kebutuhan itik. Semakin lama anda beternak maka seharusnya semakin paham akan kondisi dan kebutuhan itik kita sehingga mampu berproduksi optimal.
Salam wek wek
<()
( )
( 2)
^^