Mengapa Ada Bebek Impor?
Oleh : Gandi Margono
Pada penghujung tahun 2016 peternak itik diramaikan dengan pemberitaan tentang masuknya bebek impor selundupan dari malaysia. Balai karantina wilayah kerja Bakauheni, Lampung menangkap 1 kontainer berisi 2.100 ekor bebek peking asal malaysia. Masuknya bebek impor tersebut tentu saja semakin menghancurkan harga bebek pedaging lokal indonesia, dari sebelumnya harga perkilo bebek pedaging berkisar Rp. 24.000,-/kg maka jatuh keharga Rp 19.000,-/kg ( Media Indonesia, 14 Desember 2016). Sudah jatuh tertimpa tangga pula....
Mengapa ada bebek impor? Ya karena memang pemerintah sejak 2015 membuka keran impor bebek dari malaysia. Setidaknya ada 7 perusahaan yang diberi izin untuk melakukan impor bebek untuk memenuhi kebutuhan daging bebek didalam negeri kita. Apalagi dengan adanya pasar bebas ASEAN pada akhir 2015 maka masuknya barang impor bukanlah sesuatu yang aneh lagi. Kebijakan impor tersebut makin diperparah dengan kekurangpedulian pemerintah kita pada sektor peternakan rakyat ini. Pemerintah hanya peduli menjelang pemilu ya....hahaha
Lalu apakah kita ikut-ikutan menyalahkan pemerintah dan kemudian memaki sepuasnya dimedia sosial? Memangnya apa yang sudah kita berikan pada negara ini? Bayar pajak motor saja kalau ingat..hahaha becanda ya...Bukanlah sifat pebisnis tangguh untuk menyalahkan oranglain/pemerintah tetapi yang perlu difikirkan adalah bagaimana mencari sebab mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana cara untuk mensiasatinya...Keren Euy..qiqiqi.
Hukum ekonomi menjelaskan bahwa suatu barang akan berbeda nilainya dalam tempat yang berbeda. Misalnya pasir dipinggir sungai tentu beda harganya bila telah ada berada ditengah kota dikarenakan ada biaya akomodasi untuk membawanya.. Apa kesimpulannya? ya mereka bisa mengimpor bebek kenegara kita karena ongkos produksi mereka bisa lebih murah daripada ongkos produksi kita.
Mengapa ongkos produksi mereka lebih murah? Salah satu sebabnya mereka memanfaatkan bahan pakan lokal yang murah untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya. Peternak di Filiphina dan Thailand menggunakan kulit pisang dan keong mas sebagai pakan itik pedaging mereka. Peternak malaysia biasa menggunakan batang keladi dan sisa makanan sebagai pakan itik mereka. Tentu saja hal tersebut juga didukung dengan meleknya peternak mereka akan teknologi peternakan sehingga peternakan mereka makin efesien dan produktif.
Bagaimana dengan Indonesia? Sejak dahulu sebetulnya kita lebih unggul dari mereka karena kita memiliki sistem budaya angon (pakan gratis)
dan pemanfaatan bahan pakan lokal lainnya. Namun seiring perkembangan jaman dan meningkatnya kemalasan kita maka ketergantungan pada bahan pakan hasil membeli semakin menjadi.
Hal tersebut masih ditambah lagi dengan kurangnya informasi yang benar tentang teknis budidaya itik sehingga ongkos produksi daging bebek dinegeri kita menjadi lebih mahal. Apalagi ada "pakar" bebek yang menganjurkan pemberian pakan jadi sampai dengan bebek berusia 8 minggu...hahaha apa tidak ludes semua harta benda jika saran tersebut dilakukan terus menerus?. Sekali lagi saya jelaskan bahwa pakan itik starter cukup diberikan sampai maksimal 2 minggu, atau kalau perlu cuma 7-10 hari saja karena tidak selamanya pakan berprotein tinggi berbanding lurus hasilnya dengan performa itik.
Faktor apalagi yang cukup menentukan mengapa bebek impor bisa masuk disini? Jelas kualitas hasil ternak mereka lebih baik dimana karkas/daging yang dihasilkan tidak memiliki lemak yang berlebih dan bau amis sebagai akibat pakan yang memiliki nutrisi yang tepat. Kandungan lemak yang tinggi terutama asam-asam lemak tidak jenuh memberikan kecenderungan untuk meningkatkan aroma amis daging itik /off-flavour. Padahal penggunaan daun beluntas + vitamin E 400 IU/Kg dapat menurunkan rasa amis tanpa mengganggu performa itik jantan ( Rukmiasih. et.al. 2010).
Lalu apalagi kekurangan kita? sebentar saya cerita dulu ya...
Pernahkah anda kepasar induk jakarta untuk membeli buah-buahan secara besar? dipasar induk jakarta kita akan mendapatkan harga yang lebih murah untuk semua buah-buahan dibanding pasar lain dijakarta. Tapi apa kekurangannya? untuk buah-buahan yang berukuran kecil kita hanya dapat membeli secara peti/kotak untuk kemudian dihitung berapa kilogram beratnya. Nah...disinilah kita berjudi seperti membeli kucing dalam karung karena hampir semua pedagang mencampur kualitas buahnya. Buah yang baik dan berukuran besar ( biasa disebut super ) diletakkan pada bagian atas peti, tetapi pada bagian tengah/bawah peti tersebut sering kita temui buah yang jelek ataupun ukurannya yang tidak termasuk super. Apakah buah impor seperti tersebut? jelas tidak....Dengan kata lain hasil produksi kita harganya murah tapi barangnya oplosan....hadeuh..
Yups...ketidak seragaman hasil produksi kita juga dapat menyebabkan mengapa barang impor dapat masuk kemari. Bila anda serius sebagai penghasil itik pedaging maka usahakanlah hasil produksi anda berkualitas dan seragam sehingga dapat diterima pasar dengan baik. Bagaimana caranya? ya dimulai dengan kualitas bibit seragam, perlakuan yang seragam dan culling/seleksi unggas berdasarkan bobotnya.
Salam wek wek
<()
( )
( 2)
^^
ADS HERE !!!